Komisi VI DPR RI Pertanyakan Penerbitan PMK No. 147

02-02-2012 / KOMISI VI

Terkait keberatan pihak asosiasi, pengusaha, Kadin, dan Komisi VI DPR RI tentang Substansi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 147/04/2011 jo. PMK 255/PMK.04/2011, tentang kawasan berikat yang mewajibkan pemasaran produk 25% ke dalam negeri dan 75% eksport, akan berdampak negatif terhadap industri dalam negeri mengingat ekonomi dunia sedang mengalami trend penurunan, apalagi ditambah dengan kewajiban semua industri yang memperoleh fasilitas kawasan berikat memindahkan usahanya ke dalam kawasan industri yang cenderung merugikan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dan dianggap mengganggu proses produksi maupun hubungan industri dengan tenaga kerja.

Rapat kerja yang dipimpin oleh ketua Komisi IV, Airlangga Hartarto, dihadiri Menteri Keuangan Agus Martowardoyo dan Menteri Perindustrian MS Hidayat ini, juga menanyakan alasan pemerintah yang menyatakan akan melakukan penutupan  beberapa kawasan berikat yang luas areanya dibawah 1 ha, untuk memperingan tugas dari aparat bea cukai, yang saat ini personilnya dianggap tidak memenuhi jumlahnya untuk melakukan pengawasan, sementara dalam proses penetapan suatu kawasan menjadi kawasan berikat, bea cukai merupakan salah satu direktorat yang terlibat.

Menanggapi pertanyaan anggota dewan, Menteri Perindustrian MS Hidayat menyampaikan, ketentuan mengenai pembatasan pengeluaran hasil produksi kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean (pasar domestik 0 sebagaimana tertuang dalam pasal 27 ayat (7) PMK No. 147/2011sebesar 25% dari realisasi eksport tahun sebelumnya memberatkan industri nasional. Keadaan ini mengharuskan perusahaan industri melakukan pengalihan pasar terhadap 25% yang tadinya dipasarkan di dalam negeri menjadi eksport, sementara kondisi pasar global (tujuan eksport) sedang mengalami krisis dan berpotensi terjadi pembengkakan import, karena perusahaan bisa saja menjual produknya terlebih dahulu ke negara ASEAN, dan memasukkan kembali ke Indonesia dengan bea masuk AFTA (0%). Yang akan terjadi adalah ”eksport-import semu“ intra negara ASEAN untuk menghindari regulasi yang ada dan justru hanya menguntungkan jasa transportasi yang berakibat harga produk menjadi tinggi dan kalah bersaing dengan produk-produk sejenis dari luar negeri dengan harga yang lebih murah .  

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, pihak pemerintah mengingat dalam PMK 255/PMK.04/2011 tidak ada perubahan batas waktu pemberlakuan ketentuan orientasi eksport sebesar 75% harus dimulai sejak 1 Januari 2012, maka Kemenperin pada prinsipnya meminta pemberlakuan ketentuan 25% dalam negeri dan 75% eksport yang diatur pada PMK 147/2011 ditunda pemberlakuannya sampai dengan pulihnya kondisi ekonomi global terutama pasar Amerika dan Uni Eropa. (Rd.Tvp) Foto: Parle

BERITA TERKAIT
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...
Legislator Kritik PLN yang Utang 156 M Setiap Hari
05-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyoroti soal lonjakan utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau...